Fantastis, Rencana Suntikan Danantara Rp4,93 Triliun ke PT KRAS,PB Al Khairiyah Angkat Bicara ‎

Mahsus Chanel
By -



‎CILEGON, –minuts online--- Rencana suntikan dana segar senilai Rp4,93 triliun kepada PT Krakatau Steel (Persero) Tbk kembali menjadi sorotan.

‎ Ketua Pengurus Besar (PB) Al Khairiyah, Ali Mujahidin—yang akrab disapa Mumu—meminta Danantara untuk mengkaji ulang rencana pencairan dana tersebut. Ia menilai, keputusan tersebut berpotensi menimbulkan risiko besar bagi kepentingan bangsa dan negara jika tidak didahului evaluasi menyeluruh.

‎Menurut Mumu, persoalan utama Krakatau Steel bukan sekadar kekurangan modal, melainkan persoalan mendasar pada kultur dan tata kelola perusahaan yang dinilai belum menunjukkan perbaikan signifikan. Ia menyebut rekam jejak perusahaan baja pelat merah itu sarat dengan persoalan, mulai dari dugaan korupsi hingga tata kelola bisnis yang dinilai bermasalah.

‎“Kalau suntikan dana ini diberikan tanpa pembenahan menyeluruh, justru berbahaya. Uang negara bisa kembali habis tanpa menghasilkan perbaikan fundamental,” Ucapnya

‎PB Al Khairiyah mencatat sedikitnya empat alasan utama yang dinilai perlu menjadi pertimbangan serius Danantara sebelum mencairkan dana triliunan rupiah tersebut.

‎Pertama, Mumu menyoroti dugaan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang disebutnya masih kuat di tubuh Krakatau Steel. Ia menilai belum ada indikasi nyata bahwa praktik-praktik tersebut berhasil diberantas. Sejumlah kasus yang mencuat ke publik, seperti persoalan proyek blast furnace, revitalisasi SSP, HSM, hingga zero reformer, disebut menjadi contoh nyata masalah tata kelola yang terus berulang.

‎Kedua, ia menilai masih terdapat potensi dugaan kejahatan korporasi yang belum tuntas ditangani aparat penegak hukum. Salah satunya terkait proyek rotary kiln di Kalimantan yang mangkrak, serta dugaan rekayasa penurunan status dan penjualan anak usaha seperti PT KTI dan PT KDL. Penjualan kedua entitas tersebut disebut-sebut bernilai sekitar Rp3,2 triliun dan diduga dilakukan dengan harga murah kepada pihak swasta. Hingga kini, menurut Mumu, belum ada kejelasan penanganan hukum dari Kejaksaan Agung maupun KPK.

‎Ketiga, beban anak dan cucu perusahaan dinilai semakin membebani induk usaha. Ia menyebut model “warung dalam toko” di lingkungan grup Krakatau Steel justru menciptakan ketergantungan, tanpa ekspansi bisnis yang jelas. Bahkan, kondisi tersebut dinilai berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

‎Keempat, Mumu menyinggung kinerja joint venture Krakatau Steel dengan PT Krakatau Posco. Ia menilai kepemilikan saham KRAS di perusahaan patungan tersebut tidak dikelola secara optimal sejak awal berdiri. Akibatnya, Krakatau Steel disebut tidak memperoleh keuntungan ideal. Ia bahkan mengungkit isu lama soal dugaan praktik “jatah preman” yang pernah disampaikan oleh salah satu mantan direktur Krakatau Posco.

‎Di tengah rencana suntikan dana, mencuat pula isu pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran serta wacana pencopotan komisaris lokal. Bagi PB Al Khairiyah, langkah tersebut justru terkesan sebagai upaya “playing victim”.

‎Mumu menilai, rencana PHK ratusan karyawan maupun pencopotan komisaris lokal bukanlah solusi, melainkan upaya mengalihkan tanggung jawab atas kebangkrutan perusahaan. “Yang selama ini menggerogoti Krakatau Steel bukan komisaris lokal atau buruh yang akan di-PHK. Masalah utamanya justru berada pada oknum pejabat penting di tubuh perusahaan,” tegasnya.

‎Ia khawatir isu PHK dan pembersihan komisaris lokal dijadikan alasan untuk melunakkan keputusan pemberian dana segar, seolah-olah tanpa langkah itu perusahaan tak bisa diselamatkan.

‎Di akhir pernyataannya, ia menegaskan bahwa Danantara tidak boleh gegabah. Suntikan dana Rp4,93 triliun, menurut mereka, harus didahului audit menyeluruh, penuntasan persoalan hukum, serta reformasi tata kelola secara nyata.

‎“Jangan sampai Danantara diakali. Jika potensi kerugiannya besar bagi bangsa dan negara di masa depan, lebih baik rencana suntikan dana itu ditunda atau dikaji ulang secara serius,” pungkas nya

‎