CILEGON, - MINUTS ONLINE---- Harapan warga Kota Cilegon untuk melihat ketertiban lalu lintas melalui pemasangan kamera tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di jalur Pondok Cilegon Indah (PCI) menuju Lingkar Selatan tampaknya masih harus bersabar.
Hingga pertengahan Juli 2025, pelanggaran lalu lintas masih terjadi setiap hari, mulai dari pengendara tanpa helm, kendaraan yang melawan arus, hingga truk bermuatan pasir yang masuk kategori over dimension over loading (ODOL).
Di lapangan, baru satu kamera ETLE yang tampak aktif, yakni di jalur keluar Lingkar Selatan. Sementara di titik-titik krusial lainnya, seperti jalur masuk dari arah Ciwandan dan arah keluar PCI, belum ada tanda-tanda pemasangan perangkat pemantau.
Padahal, dua ruas jalan tersebut merupakan jalur sibuk dan rawan pelanggaran. Warga dan pengguna jalan pun mengaku semakin resah.
“Setiap hari truk-truk ODOL lewat seenaknya. Kamera ETLE belum ada di sini. Seolah-olah dibiarkan,” kata Sayudi , Kepala biro investigasi LSM Banten Monitoring Perindustrian dan Perdagangan (BMPP), saat ditemui di Cilegon, Rabu (16/7/2025).
Sayudi yang akrab disapa mas yudi bahkan menduga, ada kepentingan tertentu yang membuat truk-truk ODOL seolah kebal dari penindakan. Ia menilai lemahnya pengawasan tidak hanya membahayakan keselamatan pengguna jalan, tetapi juga menyulut keresahan warga yang merasa dirugikan secara sosial dan infrastruktur.
Lebih dari sekadar pelanggaran lalu lintas, kehadiran truk ODOL di jalur Lingkar Selatan menyimpan persoalan yang lebih dalam. Aktivitas tambang pasir yang menjadi sumber muatan truk-truk tersebut berasal dari wilayah Kabupaten Serang. Namun, jalan yang mereka lintasi untuk distribusi melewati wilayah Kota Cilegon, terutama Lingkar Selatan—jalan yang sejatinya tidak dirancang menanggung beban berat secara terus-menerus.
Akibatnya, kerusakan jalan menjadi persoalan berulang. Ironisnya, saat kerusakan terjadi, Pemerintah Kota Cilegon-lah yang harus menanggung beban perbaikannya. Warga pun menyindir, “Cilegon cuma kebagian debunya, tapi ikut nanggung biayanya.”
“Kami mendesak pemerintah daerah bertindak lebih tegas. Wali Kota perlu mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwal) sebagai turunan dari Perda tentang larangan kendaraan ODOL. Kalau regulasi teknisnya jelas, penindakannya pun akan lebih kuat,” tegas Sayudi
Sayangnya, hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) maupun instansi teknis terkait soal perkembangan pemasangan ETLE dan langkah konkret pengendalian pelanggaran lalu lintas di kawasan tersebut.
Masyarakat berharap pemerintah tidak hanya bergantung pada ETLE sebagai solusi tunggal. Penegakan hukum harus berjalan beriringan dengan kebijakan teknis dan politik yang berpihak pada kepentingan umum. Apalagi jika persoalan ini menyangkut keselamatan, keadilan sosial, dan beban fiskal daerah.